Selamat Datang di Blog-ku

Nan Lamo Takanang Juo

Rabu, 26 Oktober 2011

PENDEKATAN KONTEKSTUAL


Berikut ini akan diuraikan secara singkat ketujuh komponen SK yang dimaksud.
1.   Kontruktivisme (constructivism)
Siswa menjadi pusat kegiatan, guru berfungsi sebagai fasilitator. Strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dari pada banyaknya pengetahuan yang diperoleh.  Aplikasi  di  kelas: (1)  siswa  ikut  bekerja, (2) berdiskusi, (3) praktik mengerjakan sesuatu, (4) berlatih, (5) menulis karangan dan (6) mendemonstrasikan.
2.   Menemukan (inquiry)
Pengetahuan yang bermakna bagi siswa adalah pengetahuan yang ditemukannya sendiri, bukan yang menurut guru atau menurut buku. Proses menemukan (inquiry) meliputi: (1) mengobservasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan (hipotesis), (4) mengumpulkan data, (5) menyimpulkan, kata kuncinya " siswa menemukan sendiri ".
3.   Bertanya (quetioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari "bertanya". Bertanya merupakan kiat utama dalam pemelajaran berbasis kontekstual. Contoh penerapan di kelas: (1) Biasakan pemelajaran terhadap topik tertentu dengan pertanyaan! (2) Ulangi pertanyaan dengan redaksi lain, apabila siswa tidak menjawab pertanyaan guru! (3) Lanjutkan dengan pertanyaan detil terhadap jawaban yang sudah dikemukakan siswa! (4) Doronglah siswa untuk biasa dan berani bertanya! (5) Jangan langsung menjawab pertanyaan yang muncul dari siswa! (6) Jangan memfonis jawaban siswa dengan pertanyaan menghukum! (7) Jalin keakraban dengan siswa, agar siswa berani bertanya!
4.   Masyarakat Belajar (Learning community)
Pengetahuan yang dimiliki sesesorang akan sangat bermakna karena dalam kehidupan yang sebenarnya kita adalah makhluk yang bermasyarakat. Dalam masyarakat belajar, siswa bisa berbagi pengetahuan dengan orang lain, teman atau guru. Masyarakat belajar terdiri dari siswa di luar kelas, guru, orang-orang yang ada di sekitar sekolah itu, dan orang-orang yang ada di luar sekolah itu seperti petani, tukang, pedagang, teknisi, pegawai lapangan dan masyarakat umum lainnya.
Contoh penerapan di kelas: (1) membentuk kelompok kecil untuk mempelajari topik tertentu, (2) kolaburasi dengan datang  atau mendatangkan ahli mesin, perawat, sastrawan, wartawan dan para ahli lainya, (3) memberi tugas bersama dengan kelas paralel.
5.  Pemodelan (modeling)      
Pemelajaran akan berhasil dengan baik apabila diberi contoh atau model  terlebih dahulu. Guru bukan satu-satunya model. Model bisa didatangkan dari luar kelas, atau siswa yang mempunyai kelebihan dijadikan model. Misalnya karangan siswa yang bagus, cara mendeklamasikan puisi yang tepat dan berpidato yang baik.
Contoh penerapan di kelas : (1) guru  bahasa Indonesia menunjukkan teks sebagai model, (2) guru memperlihatkan model-model wacana yang diambil dari berbagai sumber, (3) guru bahasa Indonesia menyuruh siswa yang memenangkan lomba baca puisi sebagai model pembacaan puisi.
6.   Refleksi (reflection)
         Refleksi adalah proses berpikir, berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan. Dalam pemelajaran, refleksi adalah proses berpikir ke belakang tentang apa yang baru dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apakah hal itu sesuai dengan apa yang kita lakukan sebelumnya, apa manfaatnya nanti bagi kehidupan sehari-hari di masyarakat. Siswa dimotivasi untuk berani merefleksi  apa yang  baru dipelajarinya, sebagai pengayaan atau revisi terhadap pengetahuan sebelumnya.
            Contoh penerapan di kelas: guru menyisakan waktu sejenak dan mengajak siswa melakukan refleksi. Realisasinya dapat berupa: (1) pernyataan langsung tentang apa yang sudah dilakukan, (2) catatan atau jurnal di buku siswa, (3) kesan atau saran siswa mengenai pemelajaran hari itu, (4) hasil karya siswa yang direfleksi.
7.      Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
            Pemelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada uapaya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pemelajaran. Data yang digunakan dalam penilaian diperoleh dari kegiatan nyata siswa selama proses pemelajaran, baik dalam kelas maupun di luar kelas. Itulah data yang sebenarnya (autentik). Untuk mendapatkan data otentik, penilaian tidak hanya dilakukan oleh guru, tetapi juga oleh siswa itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar